top of page
WWAF Wasiat Wa Amanat Foundation

Tentang Wasiat

Nash Al-Quran dan As-sunnah

Memahami Wasiat

​

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”(Q.S. Al Baqarah:180)

​

“Barang siapa mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 181)

​

Wasiat tidak boleh dirubah, Kata wasiat berasal dari bahasa Arab yakni wahshaitu asy-syaia, uushiihi, artinya aushaltuhu ( aku menyampaikan sesuatu). Yang artinya orang yang berwasiat adalah orang yang menyampaikan pesan diwaktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati.


Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan muslim, dari Ibnu Umar r.a., dia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: “ Hak bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan, sesudah bermalam dua malam tiada lain wasiatnya itu tertulis pada amal kebajikannya.” Ibnu Umar berkata : Tidak berlalu bagiku satu malampun sejak aku mendengar Rasulullah saw. Mengucapkan hadist itu kecuali wasiatku berada di sisiku.

​

Dari ayat dan hadist di atas jelas menunjukkan bahwa pelaksanaan wasiat sesorang yang telah meninggal adalah wajib hukumnya. Namun hukum wasiat ini juga tergantung pada isi wasiat itu sendiri. Jika wasiat yang dibuat adalah wasiat yang sesuai syar’I, maka diwajibkan untuk dilaksanakan. Misalnya saja berwasiat jika ia meninggal, maka anaknya harus menghafal Al Quran.

​

Wasiat seperti ini harus dilaksanakan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Hanasy berkata bahwa dirinya melihat Ali menyembelih dua ekor gibas. “Lalu aku mengatakan kepadanya, “Apa ini?” Ali menjawab,” Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berwasiat kepadaku agar aku berkurban atasnya maka aku pun berkurban atasnya.”

​

Namun jika wasiatnya bertentangan dengan syar’i, maka haram dilaksanakan, Misalnya, jika ia meninggal, ia berwasiat agar anaknya memutuskan silaturahmi dengan kerabatnya, maka wasiat ini haram dilaksanakan. Sebagaimana sabda Rasul :

​

“Tidak ada ketaatan didalam sebuah kemaksiatan. Sesungguhnya ketaatan adalah didalam perkara-perkara yang baik.” (HR. Bukhori) Begitu pula dalam riwayat Abu Daud disebutkan, “Tidak ada ketaatan didalam maksiat kepada Allah.”

​

Lalu bagaimana dengan wasiat harta? Dalam hukum Islam, kita mengenal hukum waris dan hukum wasiat. Hukum waris turun setelah hukum wasiat diturunkan Allah terlebih dahulu. Jika wasiat yang ditinggalkan tidak bertentangan dengan hukum waris, maka wasiat itu harus tetap dilaksanakan. Namun lain halnya jika wasiat yang ditinggalkan justru melanggar hukum waris yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

​

 “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (Q.S. An Nisa:14)

 

Allah juga telah mengharamkan para ahli waris yang menerima harta peninggalan dengan jalan wasiat yang bertentangan dengan hukum waris. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah telah memberikan setiap orang masing-masing haknya. Maka tidak boleh harta itu diwasiatkan kepada ahli waris. (HR. At-Tirmizy)

 

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”( Q.S. An Nisa:7)

 

Maka dari itu, sebaiknya pewaris tidak mewasiatkan hartanya lagi kepada ahli waris karena ahli waris sudah mendapatkan hartanya lewat hukum waris yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Jadi jika ingin berwasiat harta, maka berwasiatlah pada yang bukan ahli waris. Namun Islam juga membatasi wasiat harta kepada mereka yang bukan ahli waris.

​

Hukum Wasiat

Melansir pada buku Hukum Waris Islam oleh Siti Hamidah dkk, para ulama memiliki perbedaan pendapat terkait dengan seseorang yang akan memberikan wasiat, diantaranya adalah:

1. Dihukumi wajib jika berhubunan dengan pemenuhan hak-haknya Allah SWT. Seperti, kafarat, zakar, dan fidiah, atau pemenuhan hak undividu seperti pinjaman atau hutang.
2. Dihukumi sunah apabila diberikan kepada saudara yang tidak memeroleh harta waris.
3. Dihukumi sunah apabila diberikan kepada orang yang kaya untuk menjalin ukhuwah membalas jasa.
4. Dihukumi haram apabila diberikan pada sesuatu yang mengandung kemaksiatan.
5. Dihukumi makruh jika harta pewasiat jumlahnya sedikit, sementara jumlah ahli warisnya berjumlah banyak.

Rukun Wasiat
Mengutip pada buku Fiqih Wasiat oleh Nirwan Darmawan, rukun wasiat terdiri empat rukun, yakni:
1. Al-Mushi, yaitu pemberi wasiat.
2. Al-Musha lahu, yaitu penerima wasiat.
3. Al-Musha bihi, yaitu harta yang diwasiatkan.
4. As-Shighat, yaitu lafadz yang digunakan dalam wasiat, seperti, "Saya wasiatkan sepertiga hartaku untuk si fulan setelah kematianku."

Batalnya Wasiat
Wasiat juga bisa dikatakan batal. Menurut Abu Yusuf dalam buku Merajut Kebahagiaan Keluarga oleh Dr. Budi Sunarso, apabila orang yang diberi wasiat membunuh orang yang memberinya wasiat dengan pembunuhan yang diharamkan secara langsung, maka wasiat itu batal. Menurut Sayyid Sabiq, wasiat tersebut dapat batal apabila:
1. Seseorang yang berwasiat menderita penyakit gila yang parah dan mengantarnya pada kematian.
2. Seseorang yang diberi wasiat telah meninggal sebelum seseorang yang memberi wasiat.
3. Bila yang diwasiatkan itu barang tertentu yang rusak sebelum diterima oleh orang yang diberi wasiat.

Let’s Work Together

Get in touch so we can start working together.

  • Facebook
  • Twitter
  • LinkedIn
  • Instagram

Thanks for submitting!

bottom of page